Selasa, 12 Juli 2016

Eczema Journey #Part1

"Living with eczema is can be challenging"

Ini yang saya rasakan selama 6 tahun terakhir mengalami eksim terus menerus. Terkadang muncul, tiba-tiba hilang dengan bekas coklat yang susah payah gue hilangkan, kemudian nggak lama tumbuh lagi. Haihh.

Dengan mengalami penyakit ini, membuat saya sadar bahwa saya harus lebih memahami tubuh. Mulai dari apa yang masuk ke dalam tubuh dan yang saya tempelkan pada kulit. Makanan, kosmetik, pakaian, dan stress merupakan faktor utama penentu timbul tenggelamnya si eksim.

Awal sekali saya terkena eczema yaitu SMA kelas 2, tepatnya 2 minggu setelah menggunakan hijab. Dikarenakan sejak kecil saya tomboy, sehingga hampir tidak pernah menggunakan kosmetik, ataupun handbody buat kulit. Mungkin itulah salah satu penyebab eksim saya hadir, dan membuat babak cerita panjang dalam hidup saya.
Betis depan kiri pertama kali si bentol menyebalkan ini muncul, awalnya hanya 1 titik bentol yang super duper gatel. Dikit-dikit garuk terus hingga si bentol ini akhirnya kegaruk kuku dan berdarah dikit tapi juga berair.

"Yess bentolnya dah kempesan"
Ternyata di luar dugaan saya, ternyata bentuknya jadi makin lebar, makin gateel, makin gak karuan. Awalnya cuma setitik bentol kemudian nambah jadi kira-kira 1 cm lebarnya.. Garuk lagi dan garuk. Tiba-tiba muncul bentol yang sama di betis kiri. Dan melebar juga karena digaruk-garuk.

Hal pertama yang harus kita sadari ketika ada bentol dan gatelnya luar biasa adalah : Jangan digaruk!! Oleskan saja handbody. Sebisa mungkin jangan garuk, dielus boleh tapi jangan kasar.

Alhamdulillah-nya pas SMA ada teman senasib namanya Camila aka camilun. Doi ini udah lebih dulu kena eksim dari saya, dan Camilun meminta saya untuk cek ke dokter kulit karena eksim ini katanya penyakit menahun alias bisa kena lama banget sampe bertahun-tahun.

Merasa horor didiagnosis Camilun, saya pun ke dokter kulit di daerah hanglekir, Jakarta. Dokter ini memberikan diagnosis penyakit kulit saya yaitu : Dermatitis Atopik yang ternyata sama kayak penyakit Camilun. Kemdian obat yang diberikan namanya salep Fobancort, obat pengurang rasa gatal ((lupa namanya)) dan obat cacing.

Salep fobancort ini manjur banget, gatel ilang, kempes, kering, tinggal bekasnya. Selang beberapa bulan menggunakan ini, Fobancort menghilang dari permukaan bumi. Di apotek nggak pernah ada lagi salep fobancort. Saya kelimpungan ketika si eksim ini kambuh lagi di tempat yang sama dan juga dengan sadisnya doi "menjajah" wilayah kulit saya yang lain.

Semenjak jadi penderita eksim / Dermtitis Atopik ini kulit saya gak pernah semulus seperti biasanya. Positifnya adalah saya jadi memperhatikan kondisi tubuh, dan juga jadi makin mantep menggunakan hijab waktu itu karena kakinya nggak mulus hahahaha.

Babak baru dalam hidup saya dimulai, bertarung melawan eczema, eksplore sana-sini, nyobain obat-obat baru yang ternyata kesemuanya adalah nihil, jadi tau apa yang tubuh saya butuhkan, hingga kondisi saat ini yang alhamdulillah jauh lebih baik setelah ketemu ahlinya. 

Semoga selalu semangat buat menuliskannya, tujuannya hanya untuk berbagi kepada sesama penderita eksim di Indonesia, kalo di Barat mereka sampe buat komunitas, olahraga bareng, diskusi bareng, yah setidaknya berharap ke depan akan ada juga komunitas eksim dengan banyaknya orang-orang Indonesia yang juga kena. 
You're not alone, dont give up, dont let your stress beat you and stop scratching!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar