Senin, 15 Agustus 2016

Belajar dari Tukang Bubur

Suatu sore saya menginap di kosan teman saya di renon, karena bosan sendirian. Selepas maghrib kami mencari makan, saya mengajak teman saya untuk makan bubur di daerah renon saja. Pengen bubur ini bukan karena lagi pengen makan bubur, tapi karena penasaran dengan bubur di Bali, kenapa jualnya di waktu malam-malam? dan herannya lagi kenapa banyak sekali yang jual bubur ayam + bubur kacang ijo di pinggir jalan? Persaingan begitu tinggi tapi kebiasaan makan bubur malam hari di Bali sepertinya sudah jadi kebiasaan, karena sepengamatan saya tukang bubur di Bali kalo malam selalu penuh pembeli.

"Sher, ayok kita ke bubur langgananku aja ya. Wenak!"

Lokasinya dekat pertigaan pom bensin, tepatnya depan hawa gym. Tukang bubur pun sudah dibanjiri pembeli, kami harus antri. Teman saya memesan bubur kacang ijo, dan saya bubur ayam.
"Berapa bang semuanya?"
"Tujuh ribu mbak"
"Oh 7 ribu ini bubur ayamnya ya pak? kalo bubur kacang ijonya berapa?"
"udah semuanya mbak, 7 ribu bubur ayam dan bubur kacang ijo."

Sontak saya kaget, kenapa semurah ini dengan porsi yang banyak dan rasa yang endesss, bapaknya untung darimana???
"Pak ini 10 ribu ya pak, kembaliannya nggak usah" saya nggak enak hati kalo seenak ini harganya 7 ribu
"nggak mbak, ini kembaliannya. Harganya beneran mbak cuma 7 ribu aja."
"sher, emang harganya segitu, tenang.. bapaknya jualan bubur harganya segitu udah bisa naik haji kok hahaha" teman saya menimpali
"iya mbak, alhamdulillah udah haji.. jualan yang penting barokah dan yang beli senang mbak.. ini kerupuknya saya tambahin" senyum sumringah

Dengan berjualan bubur seharga 4 ribu ditambah sering ngasih bonus-bonus kerupuk yang bikin makin saya malu ternyata bekerja itu bukan soal berapa gaji dan pendapatannya ataupun keuntungannya. Lakukan saja pekerjaannya yang penting barokah dan bahagia buat kita serta orang lain. Prinsip sederhana ini membawa bapaknya naik haji. Memberikan kebahagiaan setiap kali bapaknya ngasih bungkusan bubur ke orang-orang.

Coba tengok sendiri, dengan gaji sekian, apakah kamu sudah merasa cukup atau terus merasa kurang? apakah dengan banyaknya pekerjaan segambreng kamu terus mengeluh dan merasa gak puas sama kerjaan? Mending introspeksi diri dan banyak bersyukur. Mungkin kamu hanya lupa, bagaimana caranya bahagia sejatinya.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar